Chapter 2
Saat ini adalah hari perayaan panen penduduk Negri
Tanah... perayaan yang setiap dua belas bulan purnama diadakan sebagai ucapan
terima kasih kepada roh alam Retye... di mana setiap orang akan lebih menyukai berada
di luar Bung nya untuk berkumpul dan
menyalakan api dari kayu bakar... nyanyian terdengar di setiap sudut negri...
sebuah nyanyian yang diciptakan oleh nenek moyang mereka... daging-daging
buruan terpanggang di atas bara api... diiringi nyanyian dan tarian...
oooh cahaya datang dari arah timur...
oooh cahaya
datang dari arah timur...
pohon merunduk karena malu... langit bersinar dan
batu telah mencair...
iblis enggan untuk menampakkan wajahnya yang
kelam...
teman iblis begitu enggan dengan wajahnya yang
kelam...
setiap jiwa makhluk hidup akan bersama Retye...
ooo Retye sang roh keabadian... janganlah
menangis...
simpanlah raga dan roh ini sebagai nafasmu...
Retye... oooh Retye... ohhh Retye... ohhh Retye...
Semua penduduk memainkan irama indah yang dibuat
dengan memukul-mukul kayu dan kulit rusa... anak-anak kecil berlarian
kesana-kemari karena begitu senang...
“untuk apa penduduk desa melakukan semua ini?”
“untuk menghormati roh alam”
Kewa dan Asture berjalan melewati beberapa kerumunan
orang di tengah desa... setiap orang melihat Asture seperti orang asing...
sampailah mereka di tengah-tengah desa... di mana banyak cawan-cawan batu yang
bergeletakan di sana-sini... berisi bebagai makanan dan hasil buruan... dan di
sekelilingnya tergeletak berbagai pakaian dari kulit rusa... di antara
cawan-cawan tersebut terlihat sebuah patung batu... terlihat seperti seseorang
yang sedang berlutut dan menengadahkan wajahnya ke langit... Asture langsung
memandang dan seperti ada sebuah panggilan yang mencekik hatinya untuk menatap
mata patung itu... wajah patung itu begitu menunjukkan rasa kesakitan yang
mengerikan... seperti seseorang yang terambil jantung nya oleh iblis secara
paksa... ya seperti itu... seperti itulah keadaannya...
“apakah itu Lisshoan?”
“benar...”
“kenapa banyak cawan di sini?”
“itu karena para penduduk negri menginginkan Aror
kembali dan menjadi pahlawan negri ini... banyak pendatang dari suku lain
datang hanya untuk memberikan beberapa cawan sebagai penghormatan untuknya...”
“apakah selama ini Lisshoan ini tetap di sini?”
“tak seorang pun dari penduduk negri dapat
memindahkan Lisshoan... bahkan puluhan pemuda terbaik desa bersama-sama untuk
mengangkat Lisshoan... tapi mereka hanya melakukan hal yang sia-sia... ini
memang tidak masuk akal... tapi itulah kenyataannya...”.
Asture mengelilingi Lisshoan... di dalam hatinya seperti ada suara bahwa aku
mengenalnya... bahwa aku pernah mengarungi dunia bersama nya... teringat
perkataan Kewa... bahwa Lisshoan
adalah kekasihnya... seorang pahlawan terhebat di negri tersebut... berjuta
pertanyaan berkecamuk di dalam pikirannya... entah apa yang harus
dilakukannya... dia kebingungan... apa yang harus dilakukan....
“Asture..”
“ya..?”
“kau sudah menemukan sesuatu dari Lisshoan?”
“entahlah... sepertinya
Lisshoan tidak pernah mati... Lisshoan terasa begitu hidup... Dia
hidup... aku merasakan penderitaannya...”
“baiklah... aku akan
meninggalkanmu di sini... negri ini sangat mengharapkan kedatanganmu... ingat
satu hal asture... hanya aku yang mengetahui perihal siapa dirimu... penduduk
negri hanya mengetahui bahwa Lisshoan akan
kembali hidup... mereka tidak tahu siapa yang akan menyelamatkan Lisshoan”
“... kenapa hanya kau
yang tahu?...”
“ya... hanya satu garis keturunan saja yang
mengetahui hal ini... tapi itu juga seseorang yang terpercaya... hal ini
dilakukan agar rahasia ini tidak terdengar oleh Lissh... iblis itu dapat meminjam wajah penduduk desa... dan bisa
saja Lissh sedang berada di kerumunan
orang-orang yang berkumpul di sana...”
“baiklah aku mengerti Kewa..”
“aku pergi... jika ada sesuatu yang harus aku
lakukan untuk membantumu... datang saja ke Bung
ku... aku berharap banyak padamu.”
Lelaki tua itu berjalan menjauhi Asture... dan
menghilang di kerumunan para penduduk yang sedang berpesta...
Terlihat kobaran api yang diciptakan oleh para
pemuda desa... nyanyian itu masih begitu merdu... terlihat semua orang begitu
bahagia dengan perayaan ini... suara musik begitu khas terdengar di telinga
Asture ketika dia meneteskan air mata... entah apa yang membuat dia meneteskan
air mata... Dia pun tidak tahu apa yang membuatnya menangis... hanya hatinya
yang memaksa dia mengeluarkan air mata...
Menangislah Asture...
Hanya engkau yang bisa mengeluarkan air mata ku
Hanya engkau yang tahu perasaanku
Ikutilah kata hatimu
Jangan pernah tertipu oleh Lissh
Aku teringat saat kita terakhir ke sebuah goa untuk
mencari ayahmu
Kita berperang melawan pasukan setan dan Lissh
Sesaat Asture terhentak dengan apa yang sudah dia
dengar... kata-kata itu... suara itu... Dia mengingatnya... Suara yang selalu
ada saat sebuah pedang besar terhunus untuk kebenaran... suara yang pernah
menggetarkan seluruh dunia... suara yang sangat ditakuti oleh para setan...
suara yang membuat batu mencair... dan membuat gemetar setiap makhluk
kejahatan... aku ingat... aku ingat...
Asture bergegas berjalan kembali melewati kerumunan
orang... dan kembali ke tempat Kewa berada...
“Kewa...!!!”
“bagaimana Asture..?”
“aku ingat... Lisshoan
memberitahuku... kapan terakhir kami berada... dan dia berkata tentang
ayahku... aku harus ke Goa itu... di mana goa itu... aku harus ke sana!”.
Asture begitu bersemangat.
“Ayahmu? Goa?...” Kewa berdiri dari tempat duduknya.
“ya... Ayahku Kitamarion... ada di dalam goa itu...
antarkan aku.. aku harus menyelamatkan ayahku dan juga Aror”
“ayahmu sudah mati Asture... selama puluhan ribu
bulan purnama... tak seorang manusia pun yang mampu berusia hingga puluhan ribu
bulan purnama!”
“tidak!!! Aku harus memastikannya!”
Kewa merasa bahwa Asture benar-benar diselimuti rasa
yang benar-benar meledak... rasa ingin menyelamatkan orang-orang yang dia
cintai.
“goa... di negri ini banyak sekali goa... goa
seperti apa yang Lisshoan maksudkan?”
“Lisshoan
tidak memberitahuku goa yang bagaimana... tapi aku ingat saat itu... begitu
banyak setan yang menghadang kami..”
Kewa berpikir sejenak, mencerna apa yang dikatakan
oleh Asture. Dan tentang ayahnya, menurut legenda ayah Asture adalah seorang
pahlawan, guru perang Aror. Kitamarion melatih Aror semenjak Aror masih kecil,
sampai akhirnya mereka menjadi pahlawan yang selalu menyelamatkan negri... dan juga
sampai Asture jatuh cinta dengan Aror.
“goa setan... ya... kami pernah mendengar tentang
legenda goa setan... tapi cerita legenda ini tidak dipastikan apakah nyata atau
hanya mitos...”
“ceritakan kepadaku Kewa! Dan dimana tempatnya!”
“menurut cerita... goa itu dikelilingi oleh pasukan
setan dan iblis... tak seorangpun yang masuk dan kembali keluar dalam keadaan
hidup... mereka akan mati atau menghilang atau dipenjara jiwanya... sampai saat
ketika Aror menjadi Lisshoan, tak
satupun dari penduduk negri yang berani ke sana... dan memang setelah kejadian
itu goa itu tak pernah terlihat lagi...”
“tak terlihat lagi? Apa maksudmu?”
“ya... aku pun tak percaya akan keberadaan goa setan
itu... karena aku tak pernah melihatnya bahkan ayah buyutku pun tak pernah menceritakan
di mana tempatnya... karena menurut legenda goa itu menghilang...”
“apakah ada bekas jejak di mana goa itu berada?”
“menurut cerita goa itu ada di sebelah timur negri tanah... karena di sanalah suara
erangan dan suara teriakan yang paling jelas terdengar... dan itupun aku tidak
menjamin di sanalah tempatnya”
“Kewa.. bisakah kau antarkan aku ke sana? Tolonglah”
Sesepuh desa itu berjalan keluar dari Bung... dengan menggenggam sebuah benda
seperti batu berwarna merah di tangannya dia menatap langit... ketika matahari
akan terbenam di sebelah barat negri... mungkin inilah saatnya negri ini
dibebaskan dari semua kutukan Lissh...
“aku bisa mengantarkanmu ke sana.. tapi sebentar
lagi malam... aku takut sesuatu terjadi padamu”
“tidak!!!! Aku harus ke sana sekarang!!”
“Asture!!!” Kewa membentak Astur. “negri ini sudah
kehilangan seorang pahlawan besar... aku tidak ingin ada seorang yang
diharapkan bisa memperbaiki semua ini akan mati juga... goa itu sangat jauh
dari desa ini... kita harus melewati beberapa suku untuk dapat mencapai tempat itu...
kau lihat langit... hampir gelap... kita akan berangkat pagi hari ketika kau
sudah beristirahat terlebih dahulu... dan kita memang sebaiknya tidak membuat
penduduk desa bertanya-tanya tentang kepergian kita ke sana... kau bisa
menginap di Bung Liiya anakku...”
Asture tertunduk dengan kantung matanya yang
menghitam... mungkin sebaiknya dia harus istirahat.. mengingat badannya yang
sudah letih dan luka lebam yang masih begitu sakit dirasakannya...
Lama setelah itu... Bulan telah muncul... mengusir
matahari yang meredup...
Asture bermalam di tempat Liiya anak sang sesepuh...
tempatnya di samping kiri Bung Kewa...
tempatnya cukup luas... tapi tidak ada patung-patung tanah... hanya ada
peralatan kuali berisikan simpanan makanan... Liiya adalah anak perempuan Kewa
satu-satunya... karena istri Kewa telah meninggal sesaat setelah kelahiran
Liiya... Liiya terlahir di malam bulan purnama... sehingga Liiya tidak mati
karena kutukan itu... perempuan yang sangat cantik... tapi terlihat sangat
pemalu... Liiya mencoba berbicara dengan Asture.. tapi Asture terlihat seperti
sedang dilanda kegelisahan.. jadi Liiya mengurungkan niatnya...
Bermalam
di Bung Liiya
Suara erangan mulai terdengar... teriakan malam di
sebuah negri yang baru di dengarnya...
Dia tidak bisa menggambarkan bagaimana keadaan
makhluk atau orang yang berteriak seperti itu...
Ini begitu sakit terasa... seperti seseorang yang
kehilangan darahnya... seperti roh yang keluar dari raga nya... seperti urat
nadi yang tersobek oleh cakar serigala... seperti pohon yang kehilangan
akarnya... Dia menahan sesak yang di dengarnya... aku harus tidur aku harus
tidur... matanya mulai dipejamkan secara paksa olehnya... di atas sebuah papan
kayu yang dilapisi lembaran kulit rusa... dengan samar samar cahaya bulan masuk
ke dalam celah atap... semakin malam... suara-suara itu semakin menyakitkan
dirasanya... tapi inilah yang setiap malam hari selama ribuan tahun di dengar oleh
penduduk negri Tanah... aku akan
membiasakannya...
Asture... Asture... Asture...
Bolehkah aku meminjam pedang mu?
Pedang yang sangat tajam...
Pedang yang dapat merobohkan pohon Nupa dengan sekali tebas
Lisshoan...
Lisshoan... Lisshoan...
Malam ini aku di sini... pinjamkan aku pedang besar
dan baju zirah mu...
agar aku bisa menjadi kuat berperang... meskipun
tanpa dirimu..
Aku akan menang... dengan beberapa berlian yang kita
harapkan di masa mendatang
Saat matahari bersinar dan lelahpun terusir
Aku akan bersamamu...
No comments:
Post a Comment